10 Desember, 2011

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


03 Desember, 2011

08 Agustus, 2011

Seuntai Harapan Dapat Terwujud Di Wakatobi


Sumiman Udu
Seuntai harapan dapat saja terwujud di Wakatobi, jika kita semua komitmen untuk membangun Wakatobi, bukan membangun keluarga dan bisnis pribadi hehehe




Sariamin Sahari ‎.....realitasnya dimana-mana begitu.....masih sangat minoritas org yg punya komitmen ut membangun mendahulukan bukan keluarganya. karena karakter birokrasi/kekuasan itu punyai garis hirarki dan sumber daya yg terbatas.....jd prioritas mnjd mutlak......dlm setiap saat birokrasi itu tidak identik dgn pasar......birokrasi akan ada perilaku memilih dan mendahulukan, sementara pasar, siapa yg duluan.....



Sumiman Udu Masyarakat Wakatobi harus memiliki kemampuan untuk melakukan kontrol atas perilaku pejabat yang selalu mementingkan keluarga dan kelompoknya dibanding kepentingan masyarakat banyak


Rasyid Rasiki Hmmmmm.... jadi tdk ada harapan neh wakatobi di bangun dengan mendahulukan kepentingan umum diatas kepentngan golongan dan keluarga? sedih juga ya....


Sumiman Udu sistem politik telah melunturkan sistem sosial kita, rasa malu kita sudah tergadaikan dengan uang dan jabatan


Mursi Ati Jika dulu Orang Wakatobi terkenal dengan tradisi mempertahankan harga diri bahkan rela mati karenanya, namun sekarang semua tergadikan......


Sariamin Sahari ‎....ya....org yg dimksudkan olh Saudari Mursi Ati itu....yg hari ini tetap teguh memegah tradisi, diantaranya Bung Sumi.........


Sumiman Udu hehehe, jangan begitu dong Pak SS, saya kira tugs kita semua untuk mengembalikan tradisi itu pada masyarakat kita, masa sekarang orang tidak punya malu lagi, biar pencuri tetapi kalau sudah banyak uang pasti dipuja, dan dijadikan pemimpin, gerombolan kali ini wakatobi


Mursi Ati Memperhatikan nilai2 tradisi bukan berarti kita menutup diri....Pak.


Sumiman Udu bangsa-bansga besar di dunia, modern tetapi punya identitas, lihat perkawinan kate dan pangeran inggris, menghabiskan hampir setengah triliyun, tapi tetap menghargai identitas mereka, Wakatobi maunya tetap menghargai nilai-nilai budaya mereka, jangan menggadaikannya dengan uang dan jabatan


Mursi Ati Seratus........ karena kita semua pasti akan kehilangan identitas diri tanpa mempertahankan nilai budaya kita....bangsa apakah namanya di dunia ini jika tak punya.....


Sariamin Sahari Bung Sumi....manusiawi itu la.....anak saya yg kakak saja jika udah mau ke sekolah pagi-pagi mesti memohon ama Bapaknya minta uang jajan..........bgt jg didalam masyarakat.....aneh tapi nyata....to.....


Sumiman Udu uang itu penting, tapi jangan gadaikan harga diri demi uang Bung SS, itu nantinya anak kita akn menjadi penjajah hehehe


Sariamin Sahari ‎.....Bung Sumi....saya ini org Tomia, Bapak org Wangi-Wangi, saya kira kita tahu benar mana warga/oknum yg menjaga tradisi/nilai-nilai hari ini dan siapa yang menggadaikan dirinya dengan uang dan jabatan.....izinkan ut comment, masyarakat mana saja didunia ini , akan selalu ada komunitas dan keluarga yg menjaga diri/teguh dari nilai-nilai agama samawi dan akan ada keluarga yg melanggar nilai2....


Sariamin Sahari ‎...Bung Sumi....konten commentnya Bapak itu mengingatkan saya tahun 2003/2004 yg lalu, waktu itu aku penelitian ttg "Economy" di Pulau Buton, salah satu amatan saya adalah "sistem barter".....apakah masih ada dalam masyarakat transaksi antara "kaopi - sbg modal petani" dan ikan - modal nelayan".....Uang bukan alat penukar....


Rasyid Rasiki Tapi dalam konteks pengelolan negara itu ga boleh dong SS, klo paham itu yang menjadi nilai atau prinsip pembangunan wakatobi maka ini kecelakaan 12 pas...


Mursi Ati ‎@SS: Jangan salah Pak ..barter masih ada dalam masyaratak kita hingga detik ini (boleh dibuktikan)....lagipula jangan saling tuding siapa oknum yang lupa pada nilai tradisi budaya kita....Budaya kita tidak mengajarkan untuk menindas dan mengintimidasi sesama untuk kepentingan pribadi....



Sariamin Sahari ‎.....@MA : .....Kaledupa yg selalu aku kenang.....hidup FORKANI !!!!!


Dody Mulyanto jempol besar untukmu saudara....ckckckckck mantabbb....

Dody Mulyanto ada yg tersinggung di..........


Boy Dwi Pangga hehehehheheeh.......jangan​kan WAKATOBI bangsa ini pun bisa makmur dan akan lebih baik....


Jumiadin Abas Bangunlah Negerimu ini dgn kapasitasmu,,,, apa yg telah engkau berikan utk negerimu ,,,,, karyakan dirimu utk negerimu dgn karya nyata bkan dgn retorika ,,,,, retorika hanya dpt di dengar tp tdk bisa dilihat,,,,,

Laode Arumahi aturannya sdh jelas dilarang nepotisme, jgnlah biasakan menjustifikasi pelanggaran apalag pake perasaan dan mengorbankan kualitas yg dimiliki orang lain

Berdalih Tidak Lebih Dari Retorika Politik


Imissu Labore :
Mereka hanya berdalih, tidak lebih dari retorika politik yang juntrungannya masih harus dibuktikan. mereka mencoba tampil dengan segenap kekuatan agar didefinisikan publik Wakatobi sebagai representasi kepentingan dan bahkan jati diri warga Wakatobi. semua sikap, bangunan argumentasi, dan berbagai ungkapan2 indah nan jenius disampaikan dalam setiap pidato politik. pidato yg jelas2 disenandungkan demi memeperoleh legitimasi bahwa diri mereka memang merupakan orang2 yang tepat menjadi wadah aspirasi dan pengemban amanah kelangsungan negeri ini. betulkah...? jawabannya saat ini dan nanti..........juz see and you'll know soon (ke sumi.inne akoa,,,,ke dumahaniemo..)

Yang Menarik Di Wakatobi


Ma'ruf Ode
Apa yang menarik diwakatobi selain sektor wisata?....*sharing dulueeee......ehmm.."sambil mlirik"....:D*



Imissu Labore kurang tau...soalnya jrang mencari tahu...hehe...


Ma'ruf Ode hahaha....*mreka sangat hati2 mnjawab aq....ckckc*..dah lah, bubarr...hohoh..peace...:D

Azzahra Honeybee Azra Mancing yuk . . :D

Imissu Labore umpannya gk menarik...gk ngISU pesan dindingnya...he.he..he..yg​ lbh real dong..xixixi...

Ma'ruf Ode Azzahra Azra : mulai....admin yg baik...ckckc..:D
>>Imissu Labore : hohoho.....diam2 tnyata byk yg disimpan2 tuh...hmm..:D

Sumiman Udu korupsi mungkin menjadi menarik dan politik kotor hehehe

Laode Arumahi selain yg diungkap oleh Sumiman Udu, jg ketidakpedulian pemerintah daerah mendukung tradisi dagang dan pelaut masyarakat Wakatobi scr turun-temurun serta investasi pengembangan SDM dgn infrastruktur dan pendanaan yang memadai.....

Ma'ruf Ode :
>>Sumiman Udu : hehehe..bukan mnarik tuh...tpi kasihan liat daerahq sperti itu...*pintar membodohi*..:D
>>Laode Arumahi : yupz....saya spakat dgn pernyataan itu....dah bisa dilhat dari satu priode kmarin yg bjalan...yg ada hanyalah promosi dan promosi....ckckck..*kasiha​n rakyat yg tdk tau apa2..dijual truz*..peace...:D

Rasyid Rasiki : Benarkah di wakatobi ada subsidi untuk penerbagan axpress air yang melayani rute dari dan ke wakatobi? berapa ya? lantas kenapa Pemda ga memberikan subsidi bagi kapal2 milik rakyat yang melayani pelayaran anar pulau di Wakatobi? Kasian masyarakat kalu setiap tahun menjadi korban sarana transportasi yang tidak memadai, Saya kira ini harus menjadi perhatian serius Pemda saat ini, Jgan hanya menyalahkan pemilik kapal atau rakyat yang memilih sarana kapal kayu karena tidak memmpu membeli tiket pesawat!

Laode Arumahi subsidi dari uang rakyat tp untuk mrk yg berduit, pejabat, itulah ciri negara kapitalis yg kaya memangsa yang miskin......

Sumiman Udu ‎3 ratus ribu untuk satu tiket wanci kendari

Mardianto Anto baubau wanci 1.200.000

Ma'ruf Ode ‎@all : ini adalah salah satu kelucuan negri yg b'kedok wisata.....ckckck.:D

Rasyid Rasiki Saya pernah membaca di salah satu goup wakatobi bahwa Pemda akan menigkatakn kualitas penyebrangan antar pulau di wakatobi dengan membangun sarana kapal very yang melayani rute Binongko-Tomia-Kaledupa-Wa​nci, Kapan ya? Bagus neh kalu bisa teralisasi, apalagi bisa langsung ke Lasalimu supaya masyarakat tidak lagi menjadi korban keganasan laut banda.....

Ma'ruf Ode q dah dengar berita itu..kalo g salah dah b'operasi..*entah itu dah lancar ato belum*....tpi cman untk rute lasalimu-wanci saja... mungkin ada tman2 yg lain tau.....bharap dah smoga bisa t'realisasi..amin..:)

18 Juli, 2011

Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 1996 Tentang : Kebandarudaraan

Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 1996

Tentang : Kebandarudaraan
Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor : 71 TAHUN 1996 (71/1996)
Tanggal : 4 DESEMBER 1996 (JAKARTA)
Sumber : LN 1996/108; TLN NO.3662


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Presiden Republik Indonesia,
Menimbang : a. bahwa dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang
Penerbangan, telah diatur ketentuan-ketentuan mengenai
Kebandarudaraan;
b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, dipandang perlu mengatur ketentuan mengenai
Kebandarudaraan dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokokpokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);
3. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran
Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3234);
4. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 53, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3481);
5. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3501);

MEMUTUSKAN :
Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEBANDARUDARAAN.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
  1. Bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat kargo dan/atau pos, serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai tempat perpindahan antar moda transportasi;
  2. Pangkalan udara adalah kawasan di daratan dan/atau di perairan dalam wilayah Republik Indonesia yang dipergunakan untuk kegiatan penerbangan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;
  3. Kawasan Lingkungan Kerja Bandar Udara adalah wilayah darat dan/atau perairan Republik Indonesia, termasuk wilayah udara diatasnya yang dipergunakan untuk pelayanan kegiatan operasi penerbangan maupun penyelenggaraan bandar udara di luar kegiatan operasi penerbangan;
  4. Bandar Udara Umum adalah bandar udara yang dipergunakan untuk melayani kepentingan umum;
  5. Bandar Udara Khusus adalah bandar udara yang penggunaannya hanya untuk menunjang kegiatan tertentu dan tidak dipergunakan untuk umum;
  6. Badan Usaha Kebandarudaraan adalah badan usaha milik Negara yang khusus didirikan untuk mengusahakan jasa kebandarudaraan;
  7. Badan Hukum Indonesia adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta, dan koperasi;
  8. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang penerbangan.
BAB II
TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL

Pasal 2
(1) Bandar udara sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan
penerbangan, merupakan tempat untuk menyelenggarakan pelayanan
jasa kebandarudaraan, pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan
kegiatan ekonomi lainnya, ditata secara terpadu guna mewujudkan
penyediaan jasa kebandarudaraan sesuai dengan tingkat kebutuhan.
(2) Bandar udara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditata dalam
satu kesatuan tatanan kebandarudaraan nasional guna mewujudkan
penyelenggaraan penerbangan yang andal dan berkemampuan tinggi
dalam rangka menunjang pembangunan nasional.

Pasal 3
(1) Penyusunan tatanan kebandarudaraan nasional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan :
a. rencana tata ruang;
b. pertumbuhan ekonomi;
c. kelestarian lingkungan;
d. keamanan dan keselamatan penerbangan.
(2) Tatanan kebandarudaraan nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) sekurang-kurangnya memuat :
a. fungsi, penggunaan, klasifikasi, status, penyelenggaraan, dan
kegiatan bandar udara;
b. keterpaduan intra dan antar moda transportasi;
c. keterpaduan dengan sektor pembangunan lainnya.

Pasal 4
(1) Bandar udara menurut fungsinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 ayat (2) huruf a merupakan :
a. simpul dalam jaringan transportasi udara sesuai dengan hirarkhi
fungsinya;
b. pintu gerbang kegiatan perekonomian nasional dan
internasional;
c. tempat kegiatan alih moda transportasi.
(2) Bandar udara menurut penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (2) huruf a dibedakan atas :
a. bandar udara yang terbuka untuk melayani angkutan udara
ke/dari luar negeri;
b. bandar udara yang tidak terbuka untuk melayani angkutan
udara ke/dari luar negeri.
(3) Bandar udara menurut klasifikasinya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (2) huruf a dibedakan dalam beberapa kelas berdasarkan
fasilitas dan kegiatan operasional bandar udara.
(4) Bandar udara menurut statusnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 ayat (2) huruf a terdiri atas :
a. bandar udara umum yang digunakan untuk melayani
kepentingan umum;
b. bandar udara khusus yang digunakan untuk melayani
kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu.
(5) Bandar udara menurut penyelenggaraannya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a dibedakan atas :
a. bandar udara umum yang diselenggarakan oleh Pemerintah
atau badan usaha kebandarudaraan;
b. bandar udara khusus yang diselenggarakan oleh pengelola
bandar udara khusus.
(6) Bandar udara menurut kegiatannya terdiri dari bandar udara yang
melayani kegiatan :
a. pendaratan dan lepas landas pesawat udara untuk melayani
kepentingan angkutan udara;
b. pendaratan dan lepas landas helikopter untuk melayani
kepentingan angkutan udara.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi, penggunaan, klasifikasi,
status, penyelenggaraan dan kegiatan bandar udara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan
ayat (6) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 5
(1) Menteri melakukan pembinaan kebandarudaraan yang meliputi aspek
pengaturan, pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan
pembangunan, pendayagunaan dan pengembangan bandar udara
guna mewujudkan tatanan kebandarudaraan nasional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
(2) Kegiatan pengaturan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi
kegiatan penetapan kebijaksanaan di bidang kebandarudaraan.
(3) Kegiatan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
a. pemantauan dan penilaian terhadap pelaksanaan kebijaksanaan
di bidang kebandarudaraan;
b. tindakan korektif terhadap pelaksanaan kebijaksanaan di bidang
kebandarudaraan.
(4) Kegiatan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi
a. pemberian arahan dan petunjuk dalam pelaksanaan
kebijaksanaan di bidang kebandarudaraan;
b. pemberian bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat
mengenai hak dan kewajiban masyarakat pengguna jasa
kebandarudaraan, dalam pelaksanaan kebijaksanaan di bidang
kebandarudaraan.

BAB III
PENETAPAN LOKASI, PENGUASAAN DAN PENGGUNAAN TANAH, PERAIRAN
SERTA RUANG UDARA DI BANDAR UDARA UMUM

Pasal 6
(1) Penetapan lokasi tanah dan/atau perairan, serta ruang udara untuk
penyelenggaraan bandar udara umum ditetapkan dengan Keputusan
Menteri.
(2) Penetapan lokasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan
dengan memperhatikan:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II;
b. pertumbuhan ekonomi;
c. kelayakan ekonomis dan teknis pembangunan dan
pengoperasian bandar udara umum;
d. kelestarian lingkungan;
e. keamanan dan keselamatan penerbangan;
f. keterpaduan intra dan antar moda; dan
g. pertahanan keamanan negara.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan lokasi bandar udara umum
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 7
(1) Penyelenggara bandar udara umum harus menguasai tanah dan/atau
perairan dan ruang udara pada lokasi yang telah ditetapkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) untuk keperluan
pelayanan jasa kebandarudaraan, pelayanan keselamatan operasi
penerbangan, dan fasilitas penunjang bandar udara umum.
(2) Penetapan luas tanah dan/atau perairan dan ruang udara
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus didasarkan pada
penatagunaan tanah dan/atau perairan dan ruang udara yang
menjamin keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan dalam
bidang lain di kawasan letak bandar udara umum.
(3) Pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan bandar udara
umum dan pemberian hak atas tanahnya dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 8
(1) Untuk penyelenggaraan bandar udara umum, ditetapkan daerah
lingkungan kerja dan kawasan keselamatan operasi penerbangan di
sekitar bandar udara umum.
(2) Daerah lingkungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
ditetapkan dengan Keputusan Menteri setelah mendapat pertimbangan
dari Menteri yang bertanggungjawab di bidang agraria/pertanahan dan
Menteri Dalam Negeri.
(3) Kawasan keselamatan operasi penerbangan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Pasal 9
(1) Daerah lingkungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(1) digunakan untuk :
a. fasilitas pokok bandar udara, yang meliputi:
1) fasilitas sisi udara;
2) fasilitas sisi darat;
3) fasilitas navigasi penerbangan;
4) fasilitas alat bantu pendaratan visual;
5) fasilitas komunikasi penerbangan.
b. fasilitas penunjang bandar udara, yang meliputi :
1) fasilitas penginapan/hotel;
2) fasilitas penyediaan toko dan restoran;
3) fasilitas penempatan kendaraan bermotor;
4) fasilitas perawatan pada umumnya;
5) fasilitas lainnya yang menunjang secara langsung atau
tidak langsung kegiatan bandar udara.
(2) Kawasan keselamatan operasi penerbangan di sekitar bandar udara
umum sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (1) meliputi:
a. kawasan pendekatan dan lepas landas;
b. kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan;
c. kawasan di bawah permukaan horizontal dalam;
d. kawasan di bawah permukaan horizontal luar;
e. kawasan di bawah permukaan kerucut;
f. kawasan di bawah permukaan transisi; dan
g. kawasan di sekitar penempatan alat bantu navigasi
penerbangan.
(3) Kawasan keselamatan operasi penerbangan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) ditetapkan dengan batas-batas tertentu yang bebas
dari penghalang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai daerah lingkungan kerja bandar
udara dan kawasan keselamatan operasi penerbangan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) untuk tiap-tiap
bandar udara umum, diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 10
(1) Tanah yang terletak di daerah lingkungan kerja bandar udara umum
diberikan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang
agraria/pertanahan kepada instansi atau Badan Usaha
Kebandarudaraan dengan hak pengelolaan.
(2) Hak pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
didaftarkan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 11
Menteri menunjuk pejabat tertentu untuk memberikan izin membuat
bangunan kepada pihak ketiga sesuai dengan standar bangunan yang
berlaku dengan memperhatikan pertimbangan Kepala Daerah yang
bersangkutan, untuk bangunan-bangunan yang berada di atas tanah yang
terletak di dalam daerah lingkungan kerja bandar udara.

Pasal 12
(1) Tanah dan/atau perairan dan ruang udara di sekitar bandar udara
umum yang merupakan kawasan keselamatan operasi penerbangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), dapat dipergunakan
oleh umum dengan memenuhi persyaratan keselamatan operasi
penerbangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan keselamatan operasi
penerbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan
Keputusan Menteri.
Pasal 13
(1) Perencanaan dan penetapan penggunaan tanah yang terletak di
sekitar bandar udara umum dilakukan dengan memperhatikan tingkat
kebisingan.
(2) Tingkat kebisingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
oleh Menteri dalam bentuk kawasan kebisingan setelah mendengar
pendapat Menteri yang bertanggung jawab di bidang lingkungan
hidup.

BAB IV
PELAKSANAAN KEGIATAN DI BANDAR UDARA UMUM

Pasal 14
(1) Pelaksana kegiatan di bandar udara umum terdiri dari pelaksana
fungsi Pemerintah, penyelenggara bandar udara dan Badan Hukum
Indonesia, yang memberikan pelayanan jasa kebandarudaraan
berkaitan dengan lalu lintas pesawat udara, penumpang, kargo dan
pos.
(2) Pelaksana fungsi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
merupakan pemegang fungsi :
a. keamanan dan keselamatan serta kelancaran penerbangan;
b. bea dan cukai;
c. imigrasi;
d. karantina;
e. keamanan dan ketertiban di bandar udara.
(3) Penyelenggara bandar udara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
merupakan :
a. Unit Pelaksana Teknis/Satuan Kerja bandar udara, pada bandar
udara umum yang diselenggarakan oleh Pemerintah;
b. Unit Pelaksana dari Badan Usaha Kebandarudaraan, pada
bandar udara umum yang diselenggarakan oleh Badan Usaha
Kebandarudaraan.
(4) Badan Hukum Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
merupakan Badan Hukum Indonesia yang melakukan kegiatan di
Bandar Udara umum.

Pasal 15
(1) Pelaksanaan kegiatan fungsi Pemerintah dan pelayanan jasa
kebandarudaraan di bandar udara umum yang diselenggarakan oleh
Pemerintah, dikoordinasikan oleh Kepala Bandar Udara.
(2) Pelaksanaan kegiatan fungsi Pemerintah dan pelayanan jasa
kebandarudaraan di bandar udara umum yang diselenggarakan oleh
Badan Usaha Kebandarudaraan dikoordinasikan oleh pejabat yang
ditunjuk Menteri.
(3) Pejabat pemegang fungsi koordinasi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) mempunyai wewenang sebagai berikut :
a. mengkoordinasikan kegiatan fungsi Pemerintah terkait dan
kegiatan pelayanan jasa bandar udara guna menjamin
kelancaran kegiatan operasional di bandar udara;
b. menyelesaikan masalah-masalah yang dapat mengganggu
kelancaran kegiatan operasional bandar udara yang tidak dapat
diselesaikan oleh instansi Pemerintah, badan usaha
kebandarudaraan dan Badan Hukum Indonesia atau unit kerja
terkait lainnya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai koordinasi pelaksanaan kegiatan di
bandar udara umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.

BAB V
PENYELENGGARAAN BANDAR UDARA UMUM

Bagian Pertama
Perencanaan, Pembangunan, dan Pengoperasian Bandar Udara

Pasal 16
Dalam penyelenggaraan bandar udara umum, Menteri menetapkan :
a. rencana induk bandar udara setelah mendapat pertimbangan
Pemerintah Daerah setempat dan instansi terkait lainnya;
b. standar rancang bangun dan/atau rekayasa fasilitas dan peralatan
bandar udara;
c. standar keandalan fasilitas dan peralatan bandar udara;
d. standar operasional bandar udara.

Pasal 17
(1) Pembangunan bandar udara umum dilakukan setelah memenuhi
persyaratan :
a. administrasi;
b. memiliki penetapan lokasi bandar udara umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1);
c. memiliki rencana induk bandar udara;
d. rancangan teknis bandar udara umum meliputi pembuatan
rancangan awal dan rancangan teknik terinci yang mengacu
pada standar yang berlaku; dan
e. kelestarian lingkungan.
(2) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah
dipenuhi, Menteri menetapkan keputusan pelaksanaan pembangunan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembangunan bandar udara umum
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Keputusan Menteri.

Pasal 18
(1) Pengoperasian bandar udara umum dilakukan setelah memenuhi
persyaratan :
a. pembangunan bandar udara umum telah selesai dilaksanakan
sesuai dengan persyaratan pembangunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17;
b. keamanan dan keselamatan penerbangan;
c. tersedia fasilitas untuk menjamin kelancaran arus penumpang,
kargo dan pos;
d. pengelolaan lingkungan; dan
e. tersedia pelaksana kegiatan di bandar udara.
(2) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah
dipenuhi, Menteri menetapkan keputusan pelaksanaan pengoperasian.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengoperasian bandar udara umum
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Keputusan Menteri.

Pasal 19
Penyelenggara bandar udara umum dalam melaksanakan pembangunan
bandar udara umum diwajibkan :
a. mentaati peraturan perundang-undangan dan ketentuan di bidang
kebandarudaraan, lalu lintas angkutan udara, keamanan dan
keselamatan penerbangan serta pengelolaan lingkungan;
b. bertanggung jawab terhadap dampak yang timbul selama pelaksanaan
pembangunan bandar udara umum yang bersangkutan;
c. melaksanakan pekerjaan pembangunan bandar udara umum paling
lambat 1 (satu) tahun sejak keputusan pelaksanaan pembangunan
ditetapkan;
d. melaksanakan pekerjaan pembangunan bandar udara umum sesuai
jadwal yang ditetapkan; dan
e. melaporkan kegiatan pembangunan bandar udara umum secara
berkala kepada Menteri.
Pasal 20
(1) Penyelenggara bandar udara umum dalam melaksanakan
pengoperasian bandar udara umum diwajibkan :
a. mentaati peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang
berlaku di bidang penerbangan serta kelestarian lingkungan;
b. bertanggung jawab sepenuhnya atas pengoperasian bandar
udara umum yang bersangkutan; dan
c. melaporkan kegiatan operasional setiap bulan kepada Menteri.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf c diatur dengan Keputusan Menteri.
Bagian kedua
Pelayanan Jasa Kebandarudaraan di Bandar Udara Umum
Pasal 21
(1) Pelayanan jasa kebandarudaraan di bandar udara umum dilakukan
untuk kepentingan pelayanan umum, guna menunjang keamanan dan
keselamatan penerbangan, kelancaran dan ketertiban lalu lintas
pesawat udara, penumpang dan/atau kargo dan pos.
(2) Pelayanan jasa kebandarudaraan di bandar udara umum sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh :
a. Unit Pelaksana Teknis/Satuan Kerja bandar udara, pada bandar
udara umum yang diselenggarakan oleh Pemerintah;
b. Unit Pelaksana dari Badan Usaha Kebandarudaraan, pada
bandar udara umum yang diselenggarakan oleh Badan Usaha
Kebandarudaraan.
Pasal 22
Jenis pelayanan jasa kebandarudaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 meliputi :
a. penyediaan, pengusahaan dan pengembangan fasilitas untuk kegiatan
pelayanan pendaratan, lepas landas, parkir dan penyimpanan pesawat
udara;
b. penyediaan, pengusahaan dan pengembangan fasilitas terminal untuk
pelayanan angkutan penumpang, kargo dan pos;
c. penyediaan, pengusahaan dan pengembangan fasilitas elektronika,
navigasi, listrik, air dan instalasi limbah buangan;
d. penyediaan jasa pelayanan penerbangan;
e. jasa kegiatan penunjang bandar udara;
f. penyediaan lahan untuk bangunan, lapangan dan industri serta
gedung atau bangunan yang berhubungan dengan kelancaran
angkutan udara;
g. penyediaan jasa konsultansi, pendidikan dan pelatihan yang berkaitan
dengan kebandarudaraan; dan
h. penyediaan fasilitas dan usaha-usaha lainnya yang dapat menunjang
pengusahaan jasa kebandarudaraan.

Pasal 23
(1) Pelayanan jasa kebandarudaraan di bandar udara umum yang
dilakukan oleh unit pelaksana teknis/satuan kerja bandar udara umum
dapat dilimpahkan kepada Badan Usaha Kebandarudaraan.
(2) Pelimpahan pelayanan jasa kebandarudaraan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan setelah memenuhi kriteria yang meliputi :
a. aspek keuangan;
b. aspek fasilitas bandar udara; dan
c. aspek operasional.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri setelah mendengar
pertimbangan dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang
keuangan.

BAB VI
KEGIATAN PENUNJANG BANDAR UDARA

Pasal 24
(1) Dalam rangka menunjang kelancaran pelayanan jasa untuk
kepentingan umum di bandar udara umum, dapat dilakukan kegiatan
penunjang bandar udara.
(2) Kegiatan penunjang bandar udara sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) terdiri dari :
a. pelayanan jasa yang secara langsung menunjang kegiatan
penerbangan, dapat meliputi :
1) penyediaan hanggar pesawat udara;
2) perbengkelan pesawat udara;
3) pergudangan;
4) jasa boga pesawat udara;
5) jasa pelayanan teknis penanganan pesawat udara di
darat;
6) jasa pelayanan penumpang dan bagasi;
7) jasa penanganan kargo;
8) jasa penunjang lainnya yang secara langsung menunjang
kegiatan penerbangan.
b. pelayanan jasa yang secara langsung atau tidak langsung
menunjang kegiatan bandar udara, dapat meliputi :
1) jasa penyediaan penginapan/hotel;
2) jasa penyediaan toko dan restoran;
3) jasa penempatan kendaraan bermotor;
4) jasa perawatan pada umumnya;
5) jasa lainnya yang menunjang secara langsung atau tidak
langsung kegiatan bandar udara.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan penunjang bandar udara
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan
Menteri.

Pasal 25
Kegiatan penunjang bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
dapat dilaksanakan oleh :
a. Unit Pelaksana Teknis/Satuan Kerja bandar udara, pada bandar udara
yang diselenggarakan oleh Pemerintah;
b. Unit Pelaksana dari Badan Usaha Kebandarudaraan, pada bandar
udara yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Kebandarudaraan; atau
c. Badan Hukum Indonesia atau perorangan atas persetujuan
penyelenggara bandar udara umum.

Pasal 26
(1) Pelaksana kegiatan penunjang bandar udara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 diwajibkan :
a. menjaga ketertiban dan kebersihan wilayah bandar udara yang
dipergunakan;
b. menghindarkan terjadinya gangguan keamanan dan hal lain
yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan
penerbangan serta mengganggu kelancaran kegiatan
operasional bandar udara;
c. menjaga kelestarian lingkungan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.

BAB VII
KERJA SAMA

Pasal 27
(1) Dalam penyelenggaraan bandar udara umum, Badan Usaha
Kebandarudaraan dapat mengikutsertakan Badan Hukum Indonesia
lainnya melalui kerja sama.
(2) Dalam kerja sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Badan
Usaha Kebandarudaraan harus memperhatikan kepentingan umum
dan saling menguntungkan.
(3) Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dilaksanakan tanpa
mengurangi tanggung jawab Badan Usaha Kebandarudaraan dalam
pelayanan umum.

Pasal 28
(1) Kerjasama dalam penyelenggaraan bandar udara umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 dapat dilakukan untuk kegiatan :
a. penyediaan, pengusahaan dan pengembangan fasilitas untuk
kegiatan pelayanan pendaratan, lepas landas, parkir dan
penyimpanan pesawat udara;
b. penyediaan, pengusahaan dan pengembangan fasilitas terminal
untuk pelayanan angkutan penumpang, kargo dan pos;
c. penyediaan, pengusahaan dan pengembangan fasilitas
elektronika, navigasi, listrik, air dan instalasi limbah buangan;
d. penyediaan bangunan, lapangan dan kawasan industri atau
perdagangan di atas tanah dalam daerah lingkungan kerja
bandar udara;
e. penyediaan jasa konsultansi, pendidikan dan pelatihan yang
berkaitan dengan kebandarudaraan.
(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilaksanakan
untuk satu jenis kegiatan atau lebih sesuai peraturan
perundangundangan yang berlaku.

BAB VIII
TARIF JASA KEBANDARUDARAAN

Pasal 29
Tarif jasa kebandarudaraan di bandar udara umum ditetapkan berdasarkan
pada struktur dan golongan tarif serta dengan memperhatikan :
a. kepentingan pelayanan umum;
b. peningkatan mutu pelayanan jasa;
c. kepentingan pemakai jasa;
d. peningkatan kelancaran pelayanan;
e. pengembalian biaya; dan
f. pengembangan usaha.

Pasal 30
(1) Struktur tarif jasa kebandarudaraan merupakan kerangka tarif yang
dikaitkan dengan tatanan waktu dan satuan ukuran dari setiap jenis
jasa yang diberikan oleh penyelenggara bandar udara.
(2) Golongan tarif jasa kebandarudaraan merupakan penggolongan tarif
yang ditetapkan berdasarkan jenis pelayanan jasa kebandarudaraan,
klasifikasi, dan fasilitas yang tersedia di bandar udara.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur dan golongan tarif jasa
kebandarudaraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Pasal 31
(1) Besarnya tarif jasa kebandarudaraan pada bandar udara umum yang
diselenggarakan oleh Pemerintah ditetapkan oleh Menteri setelah
mendapat persetujuan Menteri yang bertanggung jawab di bidang
keuangan.
(2) Besarnya tarif jasa kebandarudaraan pada bandar udara umum yang
diselenggarakan oleh Badan Usaha Kebandarudaraan ditetapkan oleh
Badan Usaha Kebandarudaraan setelah dikonsultasikan dengan
Menteri.

BAB IX
BANDAR UDARA KHUSUS

Pasal 32
(1) Pengelolaan bandar udara khusus dapat dilakukan oleh Pemerintah
atau Badan Hukum Indonesia untuk kepentingan sendiri guna
menunjang kegiatan tertentu.
(2) Pengelolaan bandar udara khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) dapat dilakukan apabila :
a. bandar udara umum yang ada tidak dapat melayani sesuai
dengan yang dibutuhkan karena keterbatasan kemampuan
fasilitas yang tersedia;
b. berdasarkan pertimbangan ekonomis dan teknis operasional,
akan lebih efektif dan efisien serta lebih menjamin keselamatan
penerbangan apabila membangun dan mengoperasikan bandar
udara khusus.

Pasal 33
(1) Bandar udara khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4)
huruf b harus berada di luar kawasan keselamatan operasi
penerbangan bandar udara umum dan pangkalan udara.
(2) Wilayah bandar udara khusus meliputi daratan dan/atau perairan dan
ruang udara.
(3) Penggunaan wilayah daratan dan/atau perairan dan ruang udara pada
bandar udara khusus dilaksanakan oleh pengelola bandar udara
khusus sesuai ketentuan keamanan dan keselamatan penerbangan.
(4) Pengelola bandar udara khusus wajib menyediakan dan memelihara :
a. fasilitas pendaratan, lepas landas dan parkir pesawat udara ;
b. fasilitas keamanan dan keselamatan penerbangan; dan
c. fasilitas lainnya yang sesuai dengan kebutuhan operasional.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan dan pemeliharaan
fasilitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan
Keputusan Menteri.

Pasal 34
(1) Dilarang menggunakan bandar udara khusus untuk melayani
kepentingan umum, selain dalam keadaan tertentu dengan izin
Menteri.
(2) Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
berupa:
a. dalam hal bandar udara umum tidak dapat melayani permintaan
jasa kebandarudaraan oleh karena keterbatasan kemampuan
fasilitas yang tersedia;
b. terjadi bencana alam atau keadaan darurat lainnya sehingga
mengakibatkan tidak berfungsinya bandar udara umum;
c. pada daerah yang bersangkutan tidak terdapat bandar udara
umum dan belum ada moda transportasi lain yang memadai.
(3) Izin penggunaan bandar udara khusus sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) hanya diberikan apabila fasilitas yang terdapat di bandar
udara tersebut dapat menjamin keamanan dan keselamatan
penerbangan.
(4) Dalam hal bandar udara khusus digunakan untuk pelayanan umum
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberlakukan ketentuan tarif
jasa kebandarudaraan pada bandar udara umum yang
diselenggarakan oleh Pemerintah.
(5) Penggunaan bandar udara khusus untuk pelayanan umum
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bersifat sementara dan apabila
bandar udara umum telah dapat berfungsi untuk memberikan
pelayanan umum, izin penggunaan bandar udara khusus untuk
pelayanan umum dicabut.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan bandar udara khusus
untuk melayani kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Keputusan
Menteri.

Pasal 35
(1) Pembangunan bandar udara khusus dilakukan setelah mendapat izin
Menteri.
(2) Izin pembangunan bandar udara khusus sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diberikan setelah memenuhi persyaratan :
a. administrasi;
b. memiliki penetapan lokasi bandar udara khusus;
c. memiliki rencana induk bandar udara;
d. rancangan teknis bandar udara khusus yang meliputi rancangan
awal dan rancangan teknik terinci, yang mengacu pada standar
yang berlaku; dan
e. kelestarian lingkungan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembangunan bandar udara khusus
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan
Menteri.

Pasal 36
(1) Pengoperasian bandar udara khusus dilakukan setelah mendapat izin
operasi dari Menteri.
(2) Untuk memperoleh izin operasi bandar udara khusus harus memenuhi
persyaratan:
a. pembangunan bandar udara khusus telah selesai dilaksanakan sesuai
izin pembangunan yang telah diberikan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 35;
b. keamanan dan keselamatan penerbangan;
c. pengelolaan lingkungan; dan
d. tersedia pelaksana kegiatan di bandar udara khusus.
(3) Izin operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku selama
penyelenggara bandar udara khusus masih menjalankan usaha
pokoknya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengoperasian bandar udara khusus
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan
Menteri.

Pasal 37
(1) Permohonan izin pembangunan dan izin operasi bandar udara khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) dan Pasal 36 ayat (1)
diajukan secara tertulis kepada Menteri.
(2) Pemberian atau penolakan atas permohonan izin pembangunan dan
izin operasi bandar udara khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diberikan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak
permohonan diterima secara lengkap.
(3) Penolakan permohonan izin pembangunan dan izin operasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberikan secara tertulis
disertai alasan penolakan.

Pasal 38
Pemegang izin pembangunan bandar udara khusus dalam melaksanakan
pembangunan bandar udara khusus diwajibkan :
a. mentaati peraturan perundang-undangan dan ketentuan di bidang
kebandarudaraan, keamanan dan keselamatan penerbangan serta
pengelolaan lingkungan;
b. mentaati peraturan perundang-undangan dari instansi pemerintah
lainnya yang berhubungan dengan bidang tugas/usaha pokoknya;
c. bertanggung jawab terhadap dampak yang timbul selama pelaksanaan
pembangunan bandar udara khusus yang bersangkutan;
d. melaksanakan pekerjaan pembangunan bandar udara khusus paling
lambat 1 (satu) tahun sejak izin pembangunan diterbitkan;
e. melaksanakan pekerjaan pembangunan bandar udara khusus sesuai
dengan jadwal yang ditetapkan; dan
f. melaporkan kegiatan pembangunan bandar udara khusus secara
berkala kepada Menteri.

Pasal 39
(1) Pemegang izin operasi bandar udara khusus diwajibkan :
a. mentaati peraturan perundang-undangan dan ketentuan di
bidang penerbangan serta kelestarian lingkungan;
b. mentaati peraturan perundang-undangan dari instansi
Pemerintah lainnya yang berhubungan dengan bidang
tugas/usaha pokoknya;
c. bertanggung jawab sepenuhnya atas pengoperasian bandar
udara khusus yang bersangkutan; dan
d. melaporkan kegiatan operasional setiap bulan kepada Menteri.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf d diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 40
Dalam hal usaha pokok tidak lagi dilaksanakan oleh pengelola bandar udara
khusus, izin bandar udara khusus dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 41
(1) Izin operasi bandar udara khusus dapat dialihkan kepada pihak lain
bersamaan dengan usaha pokoknya.
(2) Pengalihan izin operasi bandar udara khusus sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) wajib dilaporkan kepada Menteri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 42
(1) Izin pembangunan bandar udara khusus dicabut apabila pemegang izin
tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal
38.
(2) Izin operasi bandar udara khusus dicabut apabila pemegang izin tidak
melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan

Pasal 41.
(3) Pencabutan izin pembangunan dan/atau izin operasi bandar udara
khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilakukan
melalui proses peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut
dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan.
(4) Apabila telah dilakukan peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3), pengelola bandar udara khusus tidak melakukan usaha perbaikan
atas peringatan yang telah diberikan, maka izin pembangunan
dan/atau izin operasi bandar udara khusus dicabut.

Pasal 43
Izin pembangunan dan izin operasi bandar udara khusus dapat dicabut tanpa
melalui proses peringatan dalam hal pengelola bandar udara khusus yang
bersangkutan terbukti:
a. melakukan kegiatan yang membahayakan pertahanan keamanan
negara; atau
b. memperoleh izin pembangunan atau izin operasi bandar udara khusus
dengan cara tidak sah.

BAB X
PELAYANAN BANDAR UDARA KE/DARI LUAR NEGERI

Pasal 44
(1) Bandar udara umum dan bandar udara khusus dapat ditetapkan
sebagai bandar udara yang terbuka untuk melayani angkutan udara
ke/dari luar negeri.
(2) Kegiatan pada bandar udara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi kegiatan lalu lintas pesawat udara, penumpang, kargo dan
pos.
(3) Bandar udara yang terbuka untuk melayani angkutan udara ke/dari
luar negeri dapat disinggahi pesawat udara berkebangsaan Indonesia
atau asing yang melakukan kegiatan angkutan udara ke/dari luar
negeri.

Pasal 45
(1) Penetapan bandar udara umum dan bandar udara khusus yang
terbuka untuk melayani angkutan udara ke/dari luar negeri dilakukan
dengan mempertimbangkan :
a. pertumbuhan dan perkembangan pariwisata serta ekonomi
daerah yang mengakibatkan meningkatnya mobilitas orang,
kargo dan pos ke/dari luar negeri;
b. kepentingan pengembangan kemampuan angkutan udara
nasional yaitu dengan meningkatnya kerjasama antara
perusahaan penerbangan nasional dengan perusahaan
penerbangan asing dalam rangka melayani angkutan udara ke/
dari luar negeri;
c. pengembangan ekonomi nasional yang telah meningkatkan
peran serta swasta dan masyarakat dalam pembangunan
nasional, sehingga menuntut pengembangan pelayanan
angkutan udara yang memiliki jangkauan pelayanan yang lebih
luas dengan kualitas yang makin baik;
d. keamanan dan keselamatan penerbangan serta kelancaran
operasi penerbangan; dan
e. kepentingan nasional lainnya yang mendorong sektor
pembangunan lainnya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembukaan bandar udara umum dan
bandar udara khusus sebagai bandar udara yang terbuka untuk
melayani angkutan udara ke/dari luar negeri sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Pasal 46
(1) Menteri menetapkan bandar udara yang terbuka untuk melayani
angkutan udara ke/dari luar negeri sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 44.
(2) Penetapan bandar udara yang terbuka untuk melayani angkutan udara
ke/dari luar negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
setelah mendapat pertimbangan dari Menteri yang bertanggung jawab
di bidang perindustrian dan perdagangan serta Menteri yang
bertanggung jawab di bidang keuangan.

BAB XI
FASILITAS PENGELOLAAN LIMBAH DI BANDAR UDARA

Pasal 47
(1) Pada setiap bandar udara wajib disediakan fasilitas pengelolaan limbah
sebagai akibat pengoperasian bandar udara dan/ atau pesawat udara
untuk mencegah terjadinya pencemaran.
(2) Fasilitas pengelolaan limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
disediakan oleh penyelenggara bandar udara umum atau pengelola
bandar udara khusus, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
yang berlaku.
(3) Badan Hukum Indonesia dan/atau Warga Negara Indonesia dapat
melaksanakan usaha pengelolaan limbah dengan persetujuan
penyelenggara bandar udara umum atau pengelola bandar udara
khusus.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitas pengelolaan limbah di bandar
udara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan Keputusan Menteri.

BAB XII
PENGGUNAAN BERSAMA BANDAR UDARA ATAU PANGKALAN UDARA

Pasal 48
(1) Bandar udara atau pangkalan udara dapat digunakan secara bersama
untuk penerbangan sipil dan penerbangan Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia.
(2) Penggunaan bersama suatu bandar udara atau pangkalan udara
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan
memperhatikan:
a. keamanan dan keselamatan penerbangan;
b. kelancaran operasi penerbangan;
c. keamanan dan pertahanan pangkalan udara; dan
d. kepentingan penerbangan sipil dan penerbangan Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia.

Pasal 49
(1) Penggunaan bersama bandar udara atau pangkalan udara untuk
penerbangan sipil dan penerbangan Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia ditetapkan bersama oleh Menteri dan Menteri yang
bertanggung jawab di bidang Pertahanan Keamanan.
(2) Dalam penetapan penggunaan bersama bandar udara atau pangkalan
udara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang - kurangnya
memuat :
a. hak, kewajiban, tanggung jawab dan wewenang dari masingmasing
pihak;
b. status kepemilikan/penguasaan aset pada bandar udara atau
pangkalan udara yang digunakan bersama;
c. sistim dan prosedur penggunaan bersama bandar udara atau
pangkalan udara.

Pasal 50
Dalam hal suatu bandar udara atau pangkalan udara tidak lagi digunakan
bersama untuk penerbangan sipil dan penerbangan Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia, maka status bandar udara atau pangkalan udara yang
digunakan bersama kembali kepada status sebelum digunakan secara
bersama.

BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 51
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua bandar udara umum
dan bandar udara khusus yang telah ada dan beroperasi tetap dapat
beroperasi, dengan ketentuan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 2
(dua) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku wajib menyesuaikan
dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.

BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 52
Semua peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dari Peraturan
Pemerintah yang mengatur mengenai kebandarudaraan dinyatakan tetap
berlaku, sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 53
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, Peraturan Pemerintah Nomor
50 Tahun 1986 tentang Penyediaan dan Penggunaan Tanah serta Ruang
Udara di Sekitar Bandar Udara (Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3343), dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 54
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Desember 1996
PRESIDEN PEPUBLIK INDONESIA

ttd

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 4 Desember 1996
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

ttd

MOERDIONO



LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1996 NOMOR 108
PENJELASAN ATAS : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 71 TAHUN 1996
TENTANG : KEBANDARUDARAAN

UMUM

Bandar udara sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan penerbangan memiliki peranan yang sangat penting dan strategis sehinggapenyelenggaraannya dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah dengan tujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan
penerbangan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan berdayaguna, menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas, sebagai pendorong, penggerak dan penunjang pembangunan nasional. Pembinaan kebandarudaraan yang meliputi aspek-aspek pengaturan, pengendalian dan pengawasan harus ditujukan untuk mencapai tujuan sebagaimana tersebut di atas. Di samping itu dalam melakukan pembinaan kebandarudaraan juga harus memperhatikan sebesar-besarnya kepentingan umum dan kemampuan masyarakat, kelestarian lingkungan, koordinasi antar wewenang pusat dan wewenang daerah serta antar instansi, sektor, dan antar unsur terkait serta pertahanan keamanan negara, sekaligus dalam rangka mewujudkan tatanan kebandarudaraan nasional dalam satu kesatuan sistem transportasi nasional yang andal dan terpadu. Dalam rangka pembinaan dimaksud diperlukan penetapan pengaturan mengenai kebandarudaraan yang berlaku secara nasional dengan tetap
mempertimbangkan norma-norma kebandarudaraan yang berlaku secara internasional.

Untuk kepentingan tersebut di atas maka dalam Peraturan Pemerintah ini diatur ketentuan-ketentuan mengenai tatanan kebandarudaraan nasional, penetapan lokasi tanah dan/atau perairan serta ruang udara untuk penyelenggaraan bandar udara, pelaksanaan kegiatan di bandara, penyelenggaraan bandar udara umum yang meliputi perencanaan, pembangunan dan pengoperasian, usaha penunjang kegiatan bandar udara, hal-hal menyangkut kerja sama dalam penyelenggaraan bandar udara, tarif jasa pelayanan kebandarudaraan, pengelolaan bandar udara khusus, pelayanan bandar udara ke/dari luar negeri, fasilitas pengelolaan limbah, dan
penggunaan bersama bandar udara atau pangkalan udara, dimana keseluruhannya merupakan unsur penting dalam penyelenggaraan bandar udara yang berdayaguna dan berhasilguna.

PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
Cukup jelas
Angka 2
Cukup jelas
Angka 3
Cukup jelas
Angka 4
Cukup jelas
Angka 5
Cukup jelas
Angka 6
Cukup jelas
Angka 7
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "Rencana Tata Ruang" adalah tata ruang
wilayah nasional, tata ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I
dan tata ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat
II, termasuk tata ruang pertahanan keamanan negara dan
kelestarian lingkungan hidup.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud sesuai dengan hirarkhi fungsinya ialah penataan
bandar udara yang didasarkan pada fungsinya, yaitu sebagai
pusat penyebaran dan bandar udara bukan pusat penyebaran.
Huruf b
Dengan ketentuan ini pada daerah lingkungan kerja bandar
udara dapat pula berlangsung kegiatan ekonomi.
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang
Penerbangan bandar udara sebagaimana dalam ketentuan ini
adalah bandar udara internasional.
Huruf b
Dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang
Penerbangan bandar udara sebagaimana dalam ketentuan ini
adalah bandar udara domestik.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "fasilitas" antara lain berupa prasarana bandar
udara, prasarana alat bantu navigasi penerbangan, dan prasarana alat
bantu pendaratan. Yang dimaksud dengan "kegiatan operasional"
antara lain kegiatan pelayanan pergerakan pesawat udara,
penumpang, dan kargo.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan kegiatan tertentu dalam ketentuan ini
antara lain meliputi kegiatan di bidang pertambangan,
perindustrian, pertanian, pariwisata, atau yang secara khusus
digunakan untuk kegiatan pemerintahan, penelitian, pendidikan
dan latihan serta sosial.
Ayat (5)
Huruf a
Penyelenggaraan bandar udara oleh badan usaha
kebandarudaraan didasarkan pada pelimpahan sebagian
wewenang Pemerintah dalam penyelenggaraan bandar udara,
kecuali aspek pengendalian serta pengawasan yang tetap
dilaksanakan oleh Pemerintah.
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (6)
Pada saat ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini bandar udara
sebagai tempat pendaratan dan lepas landas helikopter disebut
sebagai heliport, helipad, dan helideck.
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan lokasi bandar udara adalah wilayah daratan
dan/atau perairan serta ruang udara dengan batas-batas yang
ditentukan secara jelas.
Penyelenggaraan bandar udara sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan ini meliputi kegiatan perencanaan, pembangunan,
pengoperasian, perawatan, pengawasan dan pengendalian.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Kelayakan ekonomis dan teknis sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan ini ditinjau dari efisiensi dan efektifitas pembangunan
dan pengoperasian bandar udara guna mewujudkan
keterpaduan intra dan antar moda transportasi.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
1) Fasilitas sisi udara antara lain dapat berupa landasan
pacu, taxiway, apron, airstrip.
2) Fasilitas sisi darat antara lain dapat berupa terminal
penumpang, gedung operasi, menara pengawas ATC,
depo pengisian bahan bakar pesawat udara.
3) Fasilitas navigasi penerbangan antara lain dapat berupa
Non Directional Beacon (NDB), Doppler VHF Omni Range
(DVOR), Instrument Landing System (ILS), Radio
Detection and Ranging (RADAR).
4) Fasilitas alat bantu pendaratan visual antara lain dapat
berupa Runway Lighting, Taxiway Lighting, Visual
Approach Slope Indicator (VASI), Precision Approach Path
Indicator (PAPI).
5) Fasilitas komunikasi penerbangan antara lain dapat
berupa komunikasi dinas tetap penerbangan
(Aeronautical Fixed Service), Automatic Message
Switching Center (AMSC), Komunikasi dinas bergerak
penerbangan (Aeronautical Mobile Services), HF, VHF.
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Kawasan Pendekatan dan Lepas Landas adalah suatu kawasan
perpanjangan kedua ujung landasan, di bawah lintasan pesawat
udara setelah lepas landas atau akan mendarat, yang dibatasi
oleh ukuran panjang dan lebar tertentu.
Huruf b
Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan adalah sebagian dari
kawasan pendekatan yang berbatasan langsung dengan ujungujung
landasan dan mempunyai ukuran tertentu, yang dapat
menimbulkan kemungkinan terjadinya kecelakaan.
Huruf c
Kawasan Dibawah Permukaan Horizontal Dalam adalah bidang
datar di atas dan di sekitar bandar udara yang dibatasi oleh
radius dan ketinggian dengan ukuran tertentu untuk
kepentingan pesawat udara melakukan terbang rendah pada
waktu akan mendarat atau setelah lepas landas.
Huruf d
Kawasan Dibawah Permukaan Horizontal Luar adalah bidang
datar di sekitar bandar udara yang dibatasi oleh radius dan
ketinggian dengan ukuran tertentu untuk kepentingan
keselamatan dan efisiensi operasi penerbangan antara lain pada
waktu pesawat melakukan pendekatan untuk mendarat dan
gerakan setelah tinggal landas atau gerakan dalam hal
mengalami kegagalan dalam pendaratan.
Huruf e
Kawasan Dibawah Permukaan Kerucut adalah bidang dari suatu
kerucut yang bagian bawahnya dibatasi oleh garis perpotongan
dengan permukaan horizontal dalam dan bagian atasnya
dibatasi oleh garis perpotongan dengan permukaan horizontal
luar, masing-masing dengan radius dan ketinggian tertentu
dihitung dari titik referensi yang ditentukan.
Huruf f
Kawasan Dibawah Permukaan Transisi adalah bidang dengan
kemiringan tertentu sejajar dengan dan berjarak tertentu dari
poros landasan, pada bagian bawah dibatasi oleh titik
perpotongan dengan garis-garis datar yang ditarik tegak lurus
pada poros landasan dan pada bagian atas dibatasi oleh garis
perpotongan dengan permukaan horizontal dalam.
Huruf g
Kawasan Di sekitar Penempatan Alat Bantu Navigasi
Penerbangan adalah kawasan di sekitar penempatan alat bantu
navigasi penerbangan di dalam dan/atau di luar daerah
lingkungan kerja bandar udara, yang penggunaannya harus
memenuhi persyaratan tertentu guna menjamin kinerja/efisiensi
alat bantu navigasi penerbangan dan keselamatan
penerbangan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Pemberian hak pengelolaan atas tanah yang terletak di daerah
lingkungan kerja bandar udara sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan ini, tidak termasuk tanah pangkalan udara yang digunakan
bersama.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 11
Izin untuk membuat bangunan yang merupakan fasilitas pokok bandar udara
melekat pada penetapan Menteri mengenai Keputusan Pelaksanaan
Pembangunan dan Pengoperasian Bandar Udara.
Pasal 12
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "dapat dipergunakan oleh umum dengan
memenuhi persyaratan keselamatan operasi penerbangan" adalah
pemegang hak atas tanah dan/atau perairan beserta ruang udara
tetap berhak menggunakan haknya selama penggunaannya memenuhi
persyaratan antara lain batas ketinggian pada kawasan keselamatan
operasi penerbangan dan pemberian tanda atau pemasangan lampu
pada bangunan atau benda lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Pada dasarnya tanah dan ruang udara di sekitar bandar udara dapat
dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan, namun demikian agar kegiatan
tersebut dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya, jenis kegiatan
tersebut perlu disesuaikan dengan tingkat kebisingan yang terjadi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penempatan unit pelaksana teknis/satuan kerja instansi Pemerintah
sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c dilakukan sesuai
dengan kebutuhan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Pelaksanaan kegiatan fungsi Pemerintah dilakukan sesuai dengan
fungsi, tugas, kewenangan dan tanggung jawabnya masing-masing
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2)
Lihat penjelasan ayat (1).
Ayat (3)
Huruf a
Pejabat pemegang fungsi koordinasi dalam mengkoordinasikan
kegiatan fungsi Pemerintah terkait dan kegiatan pelayanan jasa
kebandarudaraan memperhatikan dengan sungguh-sungguh
upaya untuk mencegah terjadinya kegiatan/tindakan yang dapat
mengakibatkan terganggunya kelancaran operasional bandar
udara.
Pejabat pemegang fungsi koordinasi dalam menjalankan
wewenangnya tidak mencampuri kewenangan bidang teknis dari
instansi Pemerintah terkait serta pelayanan jasa
kebandarudaraan oleh penyelenggara bandar udara.
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 16
Huruf a
Yang dimaksud dengan instansi terkait antara lain instansi yang
bertanggung jawab di bidang pekerjaan umum dan pertahanan
keamanan.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan persyaratan administrasi adalah
termasuk rekomendasi yang diberikan oleh instansi terkait.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Rancangan teknis bandar udara sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan ini disesuaikan dengan rencana peruntukan bandar
udara yang bersangkutan, dalam kaitan dengan kemampuannya
menampung pesawat-pesawat terbang yang akan mendarat
atau lepas landas dari bandar udara tersebut.
Huruf e
Persyaratan kelestarian lingkungan dibuktikan dengan dokumen
studi analisis mengenai dampak lingkungan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Mengingat bandar udara menurut kegiatannya ialah untuk melayani
pendaratan dan lepas landas pesawat terbang atau helikopter, maka
dalam Keputusan Menteri, ketentuan mengenai persyaratan
pembangunan bandar udara untuk melayani pendaratan dan lepas
landas helikopter dapat diatur secara khusus sesuai dengan
kebutuhan.
Pasal 18
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Pemenuhan persyaratan keamanan dan keselamatan
penerbangan antara lain berupa dilengkapinya bandar udara
dengan fasilitas pengaman dan fasilitas penanggulangan
terhadap keadaan gawat darurat di bandar udara.
Huruf c
Fasilitas untuk menjamin kelancaran arus penumpang, kargo
dan pos antara lain berupa dilengkapinya bandar udara dengan
fasilitas terminal penumpang, fasilitas untuk turun naik
penumpang, orang sakit dan penyandang cacat serta bongkar
muat barang dari dan ke pesawat udara.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "persyaratan pengelolaan lingkungan"
adalah persyaratan yang diperlukan untuk pencegahan dan/atau
pengendalian pencemaran antara lain pemasangan alat
pemantau tingkat kebisingan di bandar udara tertentu.
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Mengingat bandar udara menurut kegiatannya ialah untuk melayani
pendaratan dan lepas landas pesawat terbang atau helikopter, maka
dalam Keputusan Menteri, ketentuan mengenai persyaratan
pengoperasian bandar udara untuk melayani pendaratan dan lepas
landas helikopter dapat diatur secara khusus sesuai dengan
kebutuhan.
Pasal 19
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan "bertanggung jawab terhadap dampak
yang timbul" adalah termasuk tanggung jawab perdata.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Pelaporan kegiatan pembangunan dilakukan selama masa
pembangunan.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Unit Pelaksana Teknis/Satuan Kerja bandar udara dimaksud
berada di bawah Departemen Perhubungan.
Huruf b
Pelayanan jasa kebandarudaraan oleh Unit Pelaksana dari Badan
Usaha Kebandarudaraan didasarkan pada pelimpahan sebagian
wewenang pemerintahan dalam penyelenggaraan bandar udara,
kecuali aspek pengendalian serta pengawasan tetap
dilaksanakan oleh Pemerintah.
Pasal 22
Jenis pelayanan jasa kebandarudaraan pada bandar udara untuk melayani
pendaratan dan lepas landas helikopter ditetapkan sesuai dengan kebutuhan
untuk kelancaran turun naik penumpang, bongkar muat kargo dan/atau pos.
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Jasa pelayanan penerbangan adalah jasa yang disediakan untuk
melayani pesawat udara.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Usaha-usaha lainnya dapat berupa penyediaan fasilitas
telekomunikasi untuk umum, tempat penitipan barang dan lainlain
yang menunjang pengusahaan jasa kebandarudaraan.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 25
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini dituangkan
dalam suatu perjanjian atau kesepakatan bersama yang saling
menguntungkan.
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "satuan ukuran" adalah satuan yang
digunakan untuk menghitung antara lain ukuran berat, volume, dan
luas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "wilayah bandar udara khusus" adalah wilayah
daratan dan atau perairan dan ruang udara yang dipergunakan untuk
kegiatan operasi bandar udara khusus dan untuk menjamin keamanan
dan keselamatan penerbangan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pungutan tarif jasa kebandarudaraan sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan ini dilakukan oleh penyelenggara bandar udara untuk umum
yang ditetapkan Menteri, dengan memperhatikan hak dan kepentingan
pengelola bandar udara khusus.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "persyaratan administrasi" adalah
termasuk rekomendasi yang diberikan oleh instansi terkait.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Persyaratan keamanan dan keselamatan penerbangan antara
lain berupa dilengkapinya bandar udara dengan fasilitas
pengaman dan fasilitas penanggulangan terhadap keadaan
gawat darurat di bandar udara.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 38
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan "bertanggung jawab terhadap dampak yang
timbul" adalah termasuk tanggung jawab perdata.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Pelaporan kegiatan pembangunan dilakukan selama masa
pembangunan.
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dalam Keputusan Menteri diatur mengenai prosedur dan tata cara
serta dokumen yang perlu dilampirkan dalam laporan.
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Kegiatan pada bandar udara khusus sebagaimana dalam ketentuan ini
terbatas pada kegiatan lalu lintas pesawat udara, penumpang, kargo,
dan pos untuk kepentingan sendiri.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 45
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Kepentingan pengembangan kemampuan angkutan udara
nasional antara lain meliputi perolehan pangsa muatan yang
wajar dan perwujudan iklim usaha yang sehat.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Kepentingan nasional lainnya antara lain meliputi kepentingan di
bidang pertahanan keamanan negara.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 50
Dalam pengertian kembali kepada status sebelum digunakan secara bersama
ialah termasuk status aset bandar udara atau pangkalan udara yang dimiliki/
dikuasai oleh masing-masing pihak kecuali apabila ditetapkan secara khusus
dalam ketetapan bersama.
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
__________________________________

Kawanku

STTA TPC '06

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More